Khutbah Jumat (Edisi 177) Tema : “TIDAK AKAN….”
khutbah-jumat
Wafizs
Al-Amin Center
“Berbagi Cahaya Diatas Cahaya”
Khutbah Jumat (Edisi 177) Tema :
“TIDAK
AKAN….”
Oleh : Nur Anwar Amin (adjie nung)
Alumni Universitas Al-Azhar Mesir, Alumni Pondok Pesantren Attaqwa KH.Noer Alie
Bekasi dan Ketua Yayasan Wafizs Al-Amin Center Bekasi. Mohon Kirim
Donasi Anda : Zakat, Infaq, sedekah & Wakaf untuk Pembangunan
Asrama Yatim & Dhuafa ke No. Rek.7117.8248.23 (BSI) a.n. Yayasan Wafizs
Al-Amin Center. Donasi Anda sangat membantu meringankan beban mereka.
WA : +628161191890
klik aja adjie nung di Link YouTube, Instagram & Facebook
Khutbah ini disampaikan di Masjid JAMl’ AL-ARIF Pejuang Pratama, Kota
Bekasi. Jumat, 04 April 2025 M/05 Syawal 1446 H.
مَعَاشِرَ
الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ الله
Bulan
Ramadhan boleh berlalu namun semangat mengisi sisa usia kita dengan amal-amal sholeh
tidak boleh lemah, mumpung ruh masih ada di jasad kita, mumpung kesempatan
hidup masih Allah beri maka gunakan kesempatan hidup yang hanya sekali datang
ini untuk meningkatkan ketaatan kepada Allah swt.
Datangnya
bulan suci Ramadhan sebagai bukti rasa sayang Allah kepada umat Nabi Muhammad
saw maka tujuan diwajibkan berpuasa Ramadhan itu adalah “agar kamu menjadi
hamba Allah yang bertaqwa” sehingga defenisi taqwa menurut Ibnu Mas’ud yaitu :
أَنْ يُطَاعَ فَلَا يُعْصَى، وَأَنْ يُشْكَرَ
فَلَا يُكْفَرَ، وَأَنْ يُذْكَرَ فَلَا يُنْسَى
“Allah
itu ditaati bukan didurhakai, Allah itu disyukuri nikmatNya bukan dikufuri dan Allah
itu selalu diingat bukan dilupakan”
Ini
menunjukkan bahwa melalui Ramadhan Allah menginginkan kita agar bisa menjadi
hamba yang selalu menjaga ketaatan, selalu bersyukur dan selalu mengingatNya.
Keberhasilan seseorang selama bulan Ramadhan tidak hanya dilihat dari
keberhasilannya dapat menjalankan ibadah puasa selama 30 hari namun lebih dari
itu keberhasilan seseorang bisa dilihat dari mampukah ia menjaga ketaqwaan,
kesholehan, ketaatannya meskipun bulan suci Ramadhan telah berlalu.
كُنْ عَبْدًا رَبَّانِيًّا وَلَا تَكُنْ عَبْدًا
رَمَضَانِيًّا
“Jadilah
hamba Allah yang istiqomah dalam beribadah dan jangan menjadi hamba Allah yang
hanya beribadah di bulan Ramadhan saja” karena Tuhan yang kita sembah di bulan
suci Ramadhan sama dengan Tuhan yang kita sembah pada bulan-bulan lainnya.
مَعَاشِرَ
الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ الله
Karena
itu, ada 5 point yang harus kita istiqomahkan dan nilainya tidak akan pernah
hilang, tidak akan pernah berakhir, tidak akan pernah tutup, tidak akan pernah
terputus dan segala doa pun masih mustajab meskipun bulan Ramadhan telah
meninggalkan kita. Yaitu :
Pertama,
الصَّوْمُ لَنْ يَنْتَهِيَ (Puasa
TIDAK AKAN Berakhir).
Perintah
puasa bukan hanya dibulan ramadhan saja bahkan menjadi indikator puasa Ramadhan
diterima jika seseorang melaksanakan amal sholeh setelahnya.
أَنَّ مُعَاوَدَةَ الصِّيَامِ بَعْدَ صَامَ
رَمَضَانَ عَلاَمَةٌ عَلىَ قَبُولِ صَوْمِ رَمَضَانَ؛ فَإِنَّ اللّٰهَ تَعَالى
إِذَا تَقَبَّلَ عَمَلَ عَبْدٍ وَفَّقَهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ بَعْدَهُ
“Memiliki
kebiasaan berpuasa setelah puasa bulan Ramadhan (puasa bulan Syawal) merupakan
tanda dari diterimanya puasa Ramadhan. Sebab Allah menerima amal seseorang
bergantung pada amal shalih sesudahnya,” (Ibnu Rajab al-Hanbali, Lathaiful
Ma'arif).
Perintah
berpuasa pasca puasa bulan suci Ramadhan tidak akan pernah berkahir selama
hayat masih dikandung badan, diantaranya :
(A),
Puasa 6 hari saywwal. Diriwayatkan
Ibnu Majah dan Imam Nasaa-i dengan lafazh,
جَعَلَ اللهُ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا
فَشَهْرٌ بِعَشْرَةِ أَشْهُرٍ وَصِيَامُ سِتَّةِ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ
تَمَامُ السَّنَةَ
“Allah
menjadikan (ganjaran) kebaikan itu sepuluh kali lipat, satu bulan sama dengan
sepuluh bulan; dan puasa enam hari setelah hari raya ‘Idul Fithri merupakan
penyempurna satu tahun“.
Dari
Abu Ayyub ra, Rasulullah saw bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا
مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Siapa
yang melakukan puasa Ramadhan lantas ia ikuti dengan puasa enam hari di bulan
Syawal, maka itu seperti berpuasa setahun.”
(HR. Muslim).
(B),
Puasa Dawud adalah
sebaik-baik puasa dan derajat puasa yang paling tinggi. Dari Abdullah bin Amr
bin Al’Ash, Rasulullah saw bersabda,
إِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ
دَاوُدَ وَأَحَبَّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ
كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَكَانَ
يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا
“Puasa
yang paling disukai di sisi Allah adalah puasa Daud, dan shalat yang paling
disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud. Beliau biasa tidur di pertengahan malam
dan bangun pada sepertiga malam terakhir dan beliau tidur lagi pada seperenam malam terakhir. Sedangkan beliau biasa
berpuasa sehari dan buka sehari.”
(HR. Bukhori Muslim).
(C),
Puasa bulan haram. Disebutkan dalam
hadits dari Abu Bakroh Nabi saw bersabda, “Satu tahun itu ada dua belas bulan.
Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu
Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang
terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalil
puasa di bulan haram. Nabi saw bersabda,
صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ
“Berpuasalah
pada bulan haram dan tinggalkanlah.”
(HR. Abu Daud).
Puasa
bulan Dzulhijjah dan Muharram termasuk juga bulan haram. Rasulullah saw sangat
menganjurkan kita melakukan puasa pada bulan Muharram. Dari Abu Qotadah Al
Anshoriy berkata,
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ «
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ » قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ
يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
Nabi
saw ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, ”Puasa Arafah
akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau
juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa
’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim). Dari Abu
Hurairah, Nabi saw bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ
اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ
اللَّيْلِ
“Puasa
yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah (Muharram).
Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim).
Masih
banyak lagi puasa-puasa sunnah yang sangat dianjurkan Nabi saw termasuk puasa
senin kamis, puasa ayyamul baidh dan puasa di bulan sya’ban.
مَعَاشِرَ
الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ الله
Kedua,
وَالْقُرْآنُ لَنْ يَرْحَلَ (Al-Quran
TIDAK AKAN Hilang).
Perintah
membersamai al-quran itu sepanjang waktu dan seseorang yang selalu interaksi
dengan al-quran itu adalah orang yang pasti untung dan tidak akan pernah rugi,
pahalanya pun tidak akan pernah hilang, setidaknya 4 keuntungan yang mereka
dapatkan yaitu mereka diberi sakinah (ketenangan hati), mereka akan diliputi
rahmat Allah, akan dikeliling oleh para malaikat dan Allah akan menyebut-nyebut
mereka di sisi para makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya” (HR. Muslim).
Alquran
itu pasti membawa keuntungan dan menenangkan hati meskipun dengan lima cara ini
:
(1),
Mendengar.
وَاِذَا قُرِئَ الْقُرْاٰنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗ
وَاَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ ٢٠٤
“Jika
dibacakan Al-Qur’an, dengarkanlah (dengan saksama) dan diamlah agar kamu
dirahmati.” (QS. Al-A'raf :
204).
Nabi
saw juga suka mendengarkan al-Quran yang dibacakan oleh para sahabat. seperti
Nabi saw pernah menyuruh Ibnu Mas’ud,
“Silahkan
baca al-Quran!” Ibnu Mas’ud ra
mengatakan,
يَا رَسُولَ اللَّهِ، أقْرَأُ عَلَيْكَ،
وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ؟!
“Ya
Rasulullah, saya membaca al-Quran di depan Anda, padahal al-Quran diturunkan
kepada Anda?!” Jawab Nabi saw,
فَإِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي
“Aku
senang mendengarkan al-Quran dari bacaan orang lain.”
Kemudian
Ibnu Mas’ud membacakan surat an-Nisa sampai ayat 41, dan Nabi saw menangis di
penghujung ayat itu. (HR. Bukhari).
(2),
Membaca,
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ ١
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!” (QS. Al-'Alaq : 1).
Riwayat
Ibnu Mas’ud menyebutkan keutamaan membaca al-Quran, Nabi saw bersabda,
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ
بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ
وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
“Barangsiapa
yang membaca satu huruf dari Kitabullah, maka dia akan mendapatkan satu
kebaikan sedangkan satu kebaikan itu (bernilai) sepuluh kali lipatnya, aku
tidak mengatakan ‘Alif Laam Miim ‘ sebagai satu huruf, akan tetapi ‘Alif
sebagai satu huruf, ‘Laam ‘ sebagai satu huruf dan ‘miim ‘ sebagai satu huruf.” (HR. At-Tirmidzi).
Riwayatkan
Ibnu Majah dengan sanad yang jayyid, Nabi saw bersabda.
اُتْلُوْا الْقُرْآنَ وَابْكُوْا. فَإِنْ لَمْ
تَبْكُوْا فَتَبَاكُوْا
“Bacalah
Al-Qur`ân dan menangislah. Apabila kamu tidak bisa menangis, maka
berpura-puralah menangis”.
Dikumpulkan
bersama para malaikat. Dari Aisyah ra, Nabi saw bersabda:
المَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرِ
الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ, وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيْهِ
وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ
“Orang
yang membaca al-Qur’an dan ia mahir dalam membacanya maka ia dikumpulkan
bersama para malaikat yang mulia lagi berbakti. Sedangkan orang yang membaca
al-Qur`an dan ia masih terbata-bata dan merasa berat dalam membacanya, maka ia
mendapat dua pahala.” (Muttafaqun
‘alaih).
(3),
Memahami (dihayati).
اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ اَمْ عَلٰى
قُلُوْبٍ اَقْفَالُهَا ٢٤
“Tidakkah
mereka merenungkan Al-Qur’an ataukah hati mereka sudah terkunci?” (QS. Muhammad : 24).
Imam
Ibnul-Qayim rahimahullah berkata: “(Al-Quran diturunkan) bukan untuk dibaca
tanpa memahami dan menghayati (tadabbur).
كِتٰبٌ أَنْزَلْنٰهُ إِلَيْكَ مُبٰرَكٌ
لِّيَدَّبَّرُوٓا ءَايٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُوا الْأَلْبٰبِ
“Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu
penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang
berakal sehat mendapat pelajaran.”
(QS. Shad : 29).
Al-Hasan
Al-Bashri rahimahullah juga berkata: “Al-Quran turun (kedunia) untuk di-tadabburi
(dihayati maknanya) dan diamalkan”.
(4),
Mengamalkan
Dalam
Iqtidha’ul ‘Ilmi Al-‘Amal, Al-Khathib Al-Baghdadi menukil sebuah riwayat dari
Fudhail bin ‘Iyadh, bahwasanya beliau berkata:
إِنَّمَا نَزَلَ الْقُرْآنُ لِيُعْمَلَ بِهِ
فَاتَّخَذَ النَّاسُ قِرَاءَتَهُ عَمَلا ، قِيلَ كَيْفَ الْعَمَلُ بِهِ ؟ قَالَ :
أَيْ لِيُحِلُّوا حَلالَهُ وَيُحَرِّمُوا حَرَامَهُ ، وَيَأْتَمِرُوا
بِأَوَامِرِهِ ، وَيَنْتَهُوا عَنْ نَوَاهِيهِ ، وَيَقِفُوا عِنْدَ عَجَائِبِهِ
“Sesungguhnya
Al-Quran diturunkan hanyalah untuk diamalkan, namun kebanyakan manusia mengira
membacanya (saja) sebagai sebuah amalan.”
Dikatakan
kepada beliau: “Bagaimana caranya mengamalkan Al-Quran?”
Maka
beliau menjawab: “Menghalalkan apa-apa yang dihalalkannya dan mengharamkan
apa-apa yang diharamkannya, mengerjakan apa-apa yang diperintahkannya, dan
menjauhi apa-apa yang dilarangnya, dan berhenti pada keajaiban-keajaibannya.”
(5),
Mengajarkan. Dari Utsman bin
‘Affan ra, dari Nabi saw, beliau bersabda:
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ اْلقُرْآنَ
وَعَلَّمَهُ
“Sebaik-baik
kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. Al-Bukhari).
مَعَاشِرَ
الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ الله
Ketiga, وَالْمَسَاجِدُ لَنْ تُغْلَقَ (Masjid
TIDAK AKAN Ditutup).
Sholat
berjamaah ke masjid itu tidah hanya kerana datangnya bulan suci Ramadhan, lebih
dari itu masjid tidak akan pernah tutup karena Nabi saw sangat menganjurkan
setiap waktu sholatnya harus berjamaah. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, seorang
lelaki buta datang kepada Rasulullah saw dan berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِى قَائِدٌ
يَقُودُنِى إِلَى الْمَسْجِدِ. فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّىَ فِى بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى
دَعَاهُ فَقَالَ « هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ » فَقَالَ نَعَمْ. قَالَ
« فَأَجِبْ »
”Wahai
Rasulullah, saya tidak memiliki penunjuk
jalan yang dapat mendampingi saya untuk mendatangi masjid.” Maka ia meminta
keringanan kepada Rasulullah untuk tidak shalat berjama’ah dan agar
diperbolehkan shalat di rumahnya. Kemudian Rasulullah memberikan keringanan
kepadanya. Namun ketika lelaki itu
hendak beranjak, Rasulullah memanggilnya lagi dan bertanya,“Apakah kamu
mendengar adzan?” Ia menjawab,”Ya”. Rasulullah bersabda,”Penuhilah seruan
(adzan) itu.” (HR. Muslim).
Sangatlah
rugi orang yang dengan sengaja meninggalkan sholat berjamaah. Dari Abu Hurairah
ra, ia berkata, Rasulullah saw bersabda :
مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ وَرَاحَ أَعَدَّ
اللهُ لَهُ نُزُلَهُ مِنَ الْـجَنَّةِ كُلَّمَا غَدَا أَوْ رَاحَ
“Barangsiapa
pergi (berangkat) ke masjid baik di waktu pagi atau sore hari, maka Allâh
menyediakan baginya hidangan di Surga setiap kali ia berangkat di waktu pagi
atau sore hari.” (HR. Muttafaqun’alaih).
Dari
Ibnu ‘Umar ra, Rasullah saw pernah bersabda:
صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ
الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ دَرَجَةً
Shalat
berjamaah itu lebih utama 27 (dua puluh tujuh) derajat daripada shalat
sendirian.” (HR. Bukhori
Muslim).
Dahsyatnya
sholat berjamaah mulai berangkat dari rumah sampai masuk masjid dan menunggu
waktu sholat memiliki keistimewaan pahala yang sangat luar biasa besarnya. Dari
Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,
صَلاَةُ الرَّجُلِ فِى جَمَاعَةٍ تَزِيدُ عَلَى
صَلاَتِهِ فِى بَيْتِهِ وَصَلاَتِهِ فِى سُوقِهِ بِضْعًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
وَذَلِكَ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى
الْمَسْجِدَ لاَ يَنْهَزُهُ إِلاَّ الصَّلاَةُ لاَ يُرِيدُ إِلاَّ الصَّلاَةَ
فَلَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلاَّ رُفِعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا
خَطِيئَةٌ حَتَّى يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ فَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِى
الصَّلاَةِ مَا كَانَتِ الصَّلاَةُ هِىَ تَحْبِسُهُ وَالْمَلاَئِكَةُ يُصَلُّونَ
عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِى مَجْلِسِهِ الَّذِى صَلَّى فِيهِ يَقُولُونَ
اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ تُبْ عَلَيْهِ مَا لَمْ
يُؤْذِ فِيهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ
“Shalat
seseorang dengan berjamaah lebih banyak pahalanya daripada shalat sendirian di
pasar atau di rumahnya, yaitu selisih 20 sekian derajat. Sebab, seseorang yang
telah menyempurnakan wudhunya kemudian pergi ke masjid dengan tujuan untuk
shalat, tiap ia melangkah satu langkah maka diangkatkan baginya satu derajat
dan dihapuskan satu dosanya, sampai ia masuk masjid. Apabila ia berada dalam
masjid, ia dianggap mengerjakan shalat selama ia menunggu hingga shalat
dilaksanakan. Para malaikat lalu mendo’akan orang yang senantiasa di tempat ia
shalat, “Ya Allah, kasihanilah dia, ampunilah dosa-dosanya, terimalah
taubatnya.” Hal itu selama ia tidak berbuat kejelekan dan tidak berhadats.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sholat
berjamaah ini tidak terbatasi karena bulan Ramadhan saja dan pintu masjid tidak
akan pernah tertutup untuk orang yang biasa sholat berjamaah baik di bulan Ramadhan
ataupun dibulan lainnya.
مَعَاشِرَ
الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ الله
Keempat, وَالِاسْتِجَابَةُ لَنْ تَتَوَقَّفَ (Doa
Mustajab TIDAK AKAN Berhenti).
Untuk
meraih kesempatan doa mustajab tidak hanya dibulan Ramadhan saja, dibulan lain
pun sangat besar peluang untuk mendapatkan doa mustajab. Doa mustajab tidak
akan pernah berhenti kapan saja selalu tersedia sepanjang waktu, diantaranya :
(1),
Waktu sahur, waktu menjelang shubuh karena ketika itu
Allah turun ke langit dunia untuk mengabulkan do’a. Dari Abu Hurairah ra, Nabi
saw bersabda,
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ
لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ
يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ مَنْ
يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ
“Rabb
kita tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam
terakhir. Lantas Allah berfirman, “Siapa saja yang berdo’a kepada-Ku, maka akan
Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku beri. Siapa yang meminta
ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni.”
(HR. Bukhari Muslim).
(2),
Waktu di hari Jum’at, Dari Abu
Hurairah ra, Rasulullah saw menyebutkan tentang hari Jum’at, lantas beliau
bersabda,
فِيهِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ
، وَهْوَ قَائِمٌ يُصَلِّى ، يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ
إِيَّاهُ وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا
“Di
hari Jum’at terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim yang ia
berdiri melaksanakan shalat lantas ia memanjatkan suatu do’a pada Allah
bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberi apa yang ia
minta.” Dan beliau berisyarat dengan tangannya akan sebentarnya waktu tersebut”. (HR. Bukhari Muslim).
(3),
Do’a antara adzan dan iqamah. Dari
Anas bin Malik ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,
إِنَّ الدُّعَاءَ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ
وَالإِقَامَةِ فَادْعُوا
“Sesungguhnya
do’a yang tidak tertolak adalah do’a antara adzan dan iqomah, maka berdo’alah
(kala itu).” (HR. Ahmad).
(4),
Do’a selesai shalat lima waktu,
Allah swt berfirman,
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ (7) وَإِلَى رَبِّكَ
فَارْغَبْ (8)
“Maka
apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Rabbmulah hendaknya kamu
berharap.” (QS. Al-Insyiroh : 7-8).
Ali
bin Abi Thalhah berkata, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,
{ فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ } يعني: فِي
الدُّعَاءِ
“Jika
engkau telah selesai (dari shalat atau ibadah), maka berdo’alah.” Ini jadi
dalil sebagian ulama dibolehkan berdoa setelah shalat fardhu. (Tafsir Al-Qur’an
Al-‘Azhim).
(5),
Doa hari Arafah (9 Dzulhijjah),
Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, Nabi saw bersabda,
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ
“Sebaik-baik
do’a adalah do’a pada hari Arafah.” (HR.
Tirmidzi).
مَعَاشِرَ
الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ الله
Kelima, وَالْأَجْرُ لَنْ يَنْقَطِعَ (Pahala
TIDAK AKAN Terputus).
Salah
satu ciri seseorang mati husnul khotimah itu jika dimasa hidupnya ia mempunyai
amalan yang pahalanya terus mengalir, baik amal itu dilakukan selama bulan Ramadhan
ataupun dikerjakan dibulan lainnya. Banyak hadits yang menjelaskan tenntang
itu, diantaranya :
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa
Rasulullah saw bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ
عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثَةٍ : إِلا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ
يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika manusia
mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: (1) sedekah jariyah, (2)
ilmu yang diambil manfaatnya, (3) anak shalih yang selalu mendoakan orang
tuanya.” (HR. Muslim).
Dari Abu Hurairah ra, Nabi saw
bersabda,
إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ
عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا
صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا
لِابْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا
مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ
“Sesungguhnya
yang didapati oleh orang yang beriman dari amalan dan kebaikan yang ia lakukan
setelah ia mati adalah: (1). Ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan. (2). Anak
shalih yang ia tinggalkan. (3). Mushaf Al-Qur’an yang ia wariskan. (4). Masjid
yang ia bangun. (5). Rumah bagi ibnu sabil (musafir yang terputus perjalanan)
yang ia bangun. (6). Sungai yang ia alirkan. (7). Sedekah yang ia keluarkan
dari harta ketika ia sehat dan hidup. Semua itu akan dikaitkan dengannya
setelah ia mati.” (HR. Ibnu Majah
dan Al-Baihaqi).
مَعَاشِرَ
الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ الله
Teruslah
beramal sholeh selagi Allah masih beri kita hidup, hidup hanya satu kali datang
dan tidak bisa berulang, teruslah semangat mengisi sisa umur kita pasca Ramadhan,
jadikan ruh Ramadhan sepanjang hayat, beribadahlah kepada Allah sampai kematian
menjemput kita.
وَٱعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ ٱلْيَقِينُ
“Dan
sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al-Hijr : 99).
Dan
berdoalah agar hati kita selalu ditetapkan dalam agama Allah dan diterima semua
amal ibadah kita,
اللَّهُمَّ ثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى دِينِكَ،
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ صَالِحَ الْأَعْمَالِ.
“Ya
Allah, mantapkanlah hati kami di atas agama-Mu, Semoga Allah menerima amal shaleh
kami dan amal shaleh mu.”
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ
السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْم
anuan