Nasehat Pernikahan : Sunah Menikah Dibulan Syawal

Nasehat Pernikahan : Sunah Menikah Dibulan Syawal


 Sunah Menikah Dibulan Syawal 
Oleh : Nur Anwar Amin (adjie nung)
Alumni Universitas Al-Azhar Cairo Mesir dan Alumni Ponpes Attaqwa KH.Noer Alie Bekasi


Tausiah Akad Nikah RIDWANSYAH Dengan ALFIYAH

Pertama, Sunah Menikah di Bulan Syawal.

Aisyah radiallahu ‘anha istri Nabi saw menceritakan,

تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللهِ فِي شَوَّالٍ، وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ، فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللهِ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي؟، قَالَ: ((وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَسْتَحِبُّ أَنْ تُدْخِلَ نِسَاءَهَا فِي شَوَّالٍ))

“Rasulullah saw menikahiku di bulan Syawal, dan membangun rumah tangga denganku (melakukan malam pertama denganku) pada bulan syawal pula. Maka isteri-isteri Rasulullah saw  yang manakah yang lebih beruntung di sisinya dariku?” (Perawi) berkata, “Aisyah Radiyallahu ‘anhaa dahulu suka menikahkan para wanita di bulan Syawal” (HR. Muslim).

 

Nabi saw menikahi Aisyah di bulan syawal untuk mengcounter anggapan keyakinan dan aqidah arab jahiliyah bahwa menikah dibulan syawal adalah kesialan dan tidak membawa berkah. Ibnu Katsir menjelaskan, “Rasulullah saw menikahi Aisyah untuk membantah keyakinan yang salah sebagian masyarakat yang tidak suka menikah diantara dua Ied (idul fitri dan idul adha), mereka khawatir akan terjadi perceraian. Keyakinan ini tidaklah benar.”

Imam Nawawi dan para ulama Syafi’iyyah menjelaskan, “Didalam hadist ini terdapat anjuran untuk menikahkan, menikah dan membangun rumah tangga pada bulan syawal.”

 

Kedua, Menikah itu Sunnah Para Rasul.

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (QS. Ar Ra’du: 38).

Ayat Ini menunjukkan bahwa para Rasul itu menikah dan memiliki keturunan. Rasulullah saw bersabda,

أَرْبَعٌ مِنْ سُنَنِ الْمُرْسَلِينَ الْحَيَاءُ وَالتَّعَطُّرُ وَالسِّوَاكُ وَالنِّكَاحُ

“Empat perkara yang termasuk sunnah para rasul, yaitu sifat malu, memakai wewangian, bersiwak dan menikah.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)

 

Ketiga, Nikah Menyempurnakan Separuh Agama.

Dari Anas bin Malik ra,  ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,

إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نَصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي

“Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi).

 

Keutamaan menikah adalah untuk menyempurnakan separuh agama dan kita tinggal menjaga diri dari separuhnya lagi. Al Ghozali rahimahullah (sebagaimana dinukil dalam kitab Mirqotul Mafatih) berkata, “Umumnya yang merusak agama seseorang ada dua hal yaitu kemaluan dan perutnya. Menikah berarti telah menjaga diri dari salah satunya. Dengan nikah berarti seseorang membentengi diri dari godaan syaithon, membentengi diri dari syahwat (yang menggejolak) dan lebih menundukkan pandangan.”

 

Kerena umumnya yang merusak agama seseorang adalah kemaluan dan perutnya. Kemaluan yang mengantarkan pada zina, sedangkan perut bersifat serakah. Nikah berarti membentengi diri dari salah satunya, yaitu zina dengan kemaluan. Itu berarti dengan menikah separuh agama seorang pemuda telah terjaga, dan sisanya, ia tinggal menjaga lisannya.


Keemapat, Menikah Ibadah Terpanjang.