Khutbah Jumat : Halal Bihalal dan Lebaran Ketupat, Sunah Atau Bid'ah?

Khutbah Jumat : Halal Bihalal dan Lebaran Ketupat, Sunah Atau Bid'ah?

 

Wafizs Al-Amin Center
“Berbagi Cahaya Diatas Cahaya”
Khutbah Jumat (Edisi 64) Tema  :

Halal Bihalal dan Lebaran Ketupat
Oleh : Nur Anwar Amin (adjie nung)
Alumni Universitas Al-Azhar Mesir, Alumni Pondok Pesantren Attaqwa KH.Noer Alie Bekasi dan Ketua Yayasan Wafizs Al-Amin Center Bekasi. Mohon Kirim Donasi Anda : Zakat, Infaq, sedekah & Wakaf untuk Pembangunan Asrama Yatim & Dhuafa ke No. Rek.7117.8248.23 (BSI) a.n. Yayasan Wafizs Al-Amin Center. Donasi Anda sangat membantu meringankan beban mereka.
WA : +628161191890
klik aja adjie nung di Link YouTube, Instagram & Facebook
Khutbah ini disampaikan di Masjid JAMI’ NUURUSSA’ADAH TWA Kota Bekasi.

Jumat, 13 Mei 2022 M/12 Syawal 1443 H.


مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ الله      

Suasana hari raya idul fitri, bukan hanya ucapan مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ فِيْ كُلِّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ  yang sering kita utarakan, namun sangat nampak kegembiraan umat islam yang masih menghiasi setiap sudut rumah, tempat pertemuan, paguyuban, komunitas dan sejumlah area rekreasi keluarga termasuk menghidangkan makanan khas hari raya merupakan menu yang tidak ketinggalan. الحافظ ابن حجر رحمه الله  berkata,

" إِظْهَار السُّرُورِ فِي الْأَعْيَادِ مِنْ شِعَارِ الدِّينِ " انتهى من " فتح الباري

 “Menampakkan kegembiraan di hari raya merupakan syiar dalam agama” (Fathul Baari : 2/443).

Syiar pasca ramadhan yang lebih utama adalah mengerjakan amaliah yang disunahkan Nabi saw dibulan syawal,  salah satunya adalah mengerjakan puasa sunah enam hari bulan syawal, dimana pahalanya setara dengan mengerjakan puasa selama satu tahun, dengan syarat, puasa enam hari bulan syawal harus dikerjakan setelah sempurna melakukan puasa ramadhan satu bulan penuh, dari Abu Ayyub Al-Anshoriy, Rasulullah saw bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barangsiapa yang telah berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim).

Namun ada juga banyak kita jumpai umat islam yang melakukan perayaan sebagai tradisi atau budaya yang barangkali hanya ada di negara kita tercinta saja, seperti Halal Bihalal dan Perayaan Lebaran Ketupat. Bagaimana hukum dan dalil perayaan semacam ini.


Pertama, Halal Bihalal.

Perayaan halal bihalal di bulan syawal adalah salah satu instrumen silaturrahmi untuk saling maaf memaafkan di hari raya idul fitri karena jika ditinjau dari aspek bahasa menurut pakar tafsir al-quran Prof.Dr.M.Quraisy Shihab dalam karyanya Membumikan Al-Quran (1999). Kata halal terambil dari kata halla atau halala yang mempunyai berbagai bentuk dan makna sesuai rangkaian kalimatnya. Makna-makna tersebut antara lain, menyelesaikan problem atau kesulitan atau meluruskan benang kusut atau mencairkan yang membeku atau melepaskan ikatan yang membelenggu.  Dengan demikian, jika kita memahami kata halal bihalal bertujuan menyambung apa-apa yang tadinya putus menjadi tersambung kembali. Karena halal bihalal media silaturahim untuk menciptakan keharmonisan dan saling maaf-memaafkan sehingga seseorang menemukan hakikat Idul Fitri.

Makna lain halal bihal bisa dibilang zero-zero (kosong-kosong) saling menghapuskan dan memaafkan kesalahan, karena makna halal bihalal ini tidak terbatasi hanya pada saat idul fitri saja. Diluar moment idul fitri pun kita diperintahkan untuk segera menghalalkan kezhaliman dan kesalahan yang kita lakukan, pesan Rasulullah saw berabda,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ لِأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا؛ فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلا دِرْهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لِأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ

Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa melakukan kezhaliman kepada saudaranya, hendaklah meminta dihalalkan (dimaafkan) darinya; karena di sana (akhirat) tidak ada lagi perhitungan dinar dan dirham, sebelum kebaikannya diberikan kepada saudaranya, dan jika ia tidak punya kebaikan lagi, maka keburukan saudaranya itu akan diambil dan diberikan kepadanya”. (HR. Bukhari).

Allah swt memerintahkan agar kita menjadi pemaaf. FirmanNya,

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ

“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh”. (QS. Al-A'raf : 199).


مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ الله

Silaturrahim dan saling berkunjung ke rumah saudara dan sanak famili yang sudah menjadi budaya dan tradisi dimasyarakat kita, senada dengan perintah Allah swt dalam firmanNya.

وَالَّذِيْنَ يَصِلَوْنَ مَا أَمَرَ اللهُ بِهِ أَنْ يُوْصَلَ

“Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah swt perintahkan supaya dihubungkan (Yaitu mengadakan hubungan silaturahim dan tali persaudaraan).” (QS. Ar Ra’du : 21).

Rasulullah saw pun menjaminkan keluasan rezeki dan panjang umur dengan media selalu bersilaturrahmi, beliau bersabda.

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barangsiapa ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya ia menghubungkan tali persaudaraan (silaturrahim).” (HR. Bukhori).

Bahkan diancam tidak akan masuk surga bagi orang-orang yang memutuskan silaturrahmi. Nabi saw bersabda,

لَا يَدْخُلُ اَلْجَنَّةَ قَاطِعٌ يَعْنِي قَاطِعَ رَحِمٍ

“Tidak akan masuk surga seorang pemutus, yaitu pemutus tali persaudaraan.” (HR. Bukhori dan Muslim).


مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ الله

Kedua, Lebaran Ketupat.

Perayaan ketupat juga menjadi khazanah tradisi budaya negeri kita meskipun bukan tambahan ibadah dan tidak ada unsur-unsur ibadah sama sekali, tidak ada takbiran, tidak ada bentuk shalat dan kegiatan apapun, hanya sekedar bentuk menghantarkan sedekah makanan berbentuk ketupat. Bagaimana hukum perayaan semacam ini.?

Syekh Athiyyah Saqr (الشيخ محمد عطية صقر), Mufti Mesir, menjelaskan : Hukum memperingati hari kemerdekaan, hari buruh, perayaan awal tahun, memperingati hari besar dan lain sebagainya kaitannya dengan agama ada dua.

Pertama, dijelaskan dalam agama seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Perayaan yang dijelaskan dalam Islam hukumnya disyariatkan dengan syarat dilakukan sesuai perintahnya.

Kedua, tidak dijelaskan dalam agama seperti hijrah, Isra’ dan Mi’raj, serta Maulid Nabi. Perayaan yang tidak dijelaskan dalam Islam maka bagi umat Islam ada dua pendapat. Ada yang melarang karena dianggap bid’ah. Ada juga yang membolehkan karena tidak ada dalil yang melarangnya.


فَالْخُلاَصَةُ : ﺃَﻥَّ الْاِحْتِفَالَ ﺑِﺄَﻳَّﺔِ ﻣُﻨَﺎﺳَﺒَﺔٍ ﻃَﻴِّﺒَﺔٍ ﻻَ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﻪِ ﻣَﺎ ﺩَاﻡَ اﻟْﻐَﺮْﺽُ ﻣَﺸْﺮُﻭْﻋًﺎ ﻭَالْأُﺳْﻠُﻮْﺏُ ﻓِﻰ ﺣُﺪُﻭْﺩِ اﻟﺪِّﻳْﻦِ، ﻭَلاَ ﺿَﻴْﺮَ ﻓِﻰ ﺗَﺴْﻤِﻴَّﺔِ الْاِﺣِﺘِﻔَﺎلَاﺕِ ﺑِﺎلْأَﻋْﻴَﺎﺩِ، ﻓَﺎﻟْﻌِﺒْﺮَﺓُ ﺑِﺎﻟْﻤُﺴَﻤَّﻴَﺎﺕِ ﻻَ ﺑِﺎلْأَﺳْﻤَﺎءِ

Kesimpulannya. Apapun bentuk perayaan yang baik adalah tidak apa-apa, selama tujuannya sesuai dengan syariat dan rangkaian acaranya masih dalam koridor agama Islam. Boleh saja memberikan nama perayaan-perayaan tersebut dengan istilah yang disebut dengan hari raya, karena yang dinilai adalah subtansinya, bukan namanya (Fatawa Al-Azhar, 10/160).

Nabi saw bersabda:

«ﺇِﻥَّ ﻟِﻜُﻞِّ ﻗﻮﻡ ﻋﻴﺪا، ﻭَﺇِﻥَّ ﻋﻴﺪﻧﺎ ﻫَﺬَا اﻟﻴَﻮْﻡُ»

“Sungguh bagi setiap kaum memiliki hari raya. Dan ini adalah hari raya kita” (HR. Bukhari dan Muslim).


مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ الله

Semoga kita selalu dibimbing hidayah Allah swt dalam mengisi bulan penuh mulia dan barokah ini selama bulan syawal, sesuai dengan fatwa Al-Azhar,


ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﺮِﺩْ ﻧَﺺٌّ ﻳَﻤْﻨَﻊُ اﻟْﻔَﺮْﺡَ ﻭَاﻟْﺴُﺮُﻭْﺭَ ﻓِﻰ ﻏَﻴْﺮِ ﻫَﺬَﻳْﻦِ اﻟْﻌِﻴْﺪَﻳْﻦِ، ﻓَﻘَﺪْ ﺳَﺠَّﻞَ اﻟْﻘُﺮْﺁﻥُ ﻓَﺮْﺡَ اﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﺑِﻨَﺼْﺮِ اللهِ ﻟِﻐَﻠَﺒَﺔِ اﻟﺮُّﻭْﻡِ ﻋَﻠَﻰ ﻏَﻴْﺮِﻫِﻢْ ﺑَﻌْﺪَ ﺃَﻥَّ ﻛَﺎﻧُﻮْا ﻣَﻐْﻠُﻮْﺑِﻴْﻦَ“ ﺃﻭاﺋﻞ ﺳﻮﺭﺓ اﻟﺮﻭﻡ

"Tidak ada dalil yang melarang untuk menampakkan rasa bahagia di selain 2 hari raya tersebut. Sungguh Al Qur’an telah menegaskan kebahagiaan umat Islam atas pertolongan Allah yang diberikan kepada Bangsa Romawi atas kemenangan mereka setelah sebelumnya mereka kalah, yang dijelaskan dalam permulaan Surat Ar-Rum." (Fatawa Al-Azhar, 10/160).

وَيَوْمَىِٕذٍ يَّفْرَحُ الْمُؤْمِنُوْنَۙ - ٤

"Dan pada hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman," (QS. Arrum : 4).

بِنَصْرِ اللّٰهِ ۗيَنْصُرُ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الرَّحِيْمُ - ٥

"karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang Dia kehendaki. Dia Mahaperkasa, Maha Penyayang." (QS. Arrum : 5).


بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْم